Rabu, 06 Juli 2016

KH.MUHYIDDIN MAMA PAGELARAN


SEDIKIT KISANG TENTANG KH.MUHYIDDIN MAMA PAGELARAN
KH Muhyiddin merupakan salah seorang ulama ternama asal Jawa Barat pada era penjajahan Belanda yang terlibat dalam perjuangan merintis, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.

Dia juga telah mendirikan delapan pesantren yang diberi nama Pagelaran, serta tersebar di Subang, Purwakarta, dan Sumedang.
KH Muhyiddin termasuk kiai yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan bersama rakyat ketika Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945.

“KH Muhyiddin bernaung di bawah Hizbullah. Tidak hanya bergabung dengan Hizbullah, KH Mukhyidin pun menjadikan pesantren Pagelaran I (Tanjung Siang) sebagai markas pelatihan dan penggemblengan mental bagi para pejuang Hizbullah,” kata Nina.
Hal itu dikatakan Nina dalam Seminar Nasional Pengusulan KH Mukhyidin sebagai Pahlawan Nasional, di Museum Sri Baduga, Jalan Peta, Rabu (23/3/2016).
Pada masa penjajahan Belanda, KH Mukhyidin juga dikenal memimpin para pejuang untuk menyerang garis pertahanan Sekutu di Bandung Utara. Dalam penyerangan itu, markas tentara NICA di Ciateul, Bandung, menjadi salah satu sasaran para pejuang.
“Sangat masuk akal kalau pasukan Belanda menganggap KH Muhyiddin berbahaya karena status sebagai kiai berpengaruh. Untuk memutus pengaruhnya di kalangan rakyat, Belanda menangkap KH Mukhyidin dan membawanya ke Sumedang sebelum dijebloskan ke penjara Kebonwaru, Bandung,” tuturnya.
Dengan banyaknya catatan sejarah, dia berharap, seminar dan kajian para sejarawan bisa mengangkat KH Muhyiddin sebagai pahlawan nasional dari kalangan ulama.
“KH Muhyiddin semoga menjadi ulama keempat asal Jawa Barat yang diangkat menjadi pahlawan nasional,”
Sejarah singkat
Pada awal tahun 1900-an, Bupati Sumedang pada saat itu Pangeran Wiriakusumah merasa bahwa masyarakat muslim Sumedang sangat memerlukan bimbingan ahli agama. Maka dengan itu, Bupati Sumedang mendatangkan beberapa orang kyai dari berbagai wilayah, diantaranya adalah K.H. Muhyiddin bin Arif seorang kyai yang berasal dari Garut. Pada tahun 1910 K.H. Muhyiddin ditempatkan di diaerah Cimalaka, disana beliau mendirikan pesantren yang dikenal dengan pesantren Cimalaka.
Setelah sepuluh tahun disana, beliau pindah ke suatu tempat terpencil di Cimeuhmal, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. Di tempat itu beliau mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Pagelaran. Pasca revolusi kemerdekaan, kondisi daerah sangat tidak aman karena merajalelanya gangguan gerombolan. Banyak pengikut dan kawan seperjuangan K.H. Muhyiddin yang tewas menjadi korban keganasan gerombolan. Sehingga pada tahun 1950 diputuskan untuk mengungsi, kembali ke Sumedang. Beliau tinggal di daerah Kaum. Selama tinggal disana kegiatan pengajian tetap berlangsung, dan kemudian beliau mendirikan pondok pesantren.

Pada tahun 1962 atas permintaan tokoh-tokoh masyarakat Desa Gardusayang serta petinggi militer waktu itu, beliau pindah ke Desa Gardusayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang. Tokoh-tokoh masyarakat dan pihak militer waktu itu meminta kedatangan beliau untuk merehabilitasi mental masyarakat yang rusak akibat gerombolan pengacau keamanan. Di tempat ini beliau mendirikan pondok pesantren pasirnaan. Pada tahun 1973, Beliau berpulang ke Rahmatullah pada usia 97 tahun dan dimakamkan di Cimeuhmal. Putra-putra beliau menamakan pesantren Pagelaran di Cimeuhmal menjadi Pondok Pesantren Pagelaran I, pesantren di Kaum Sumedang menjadi Pondok Pesantren Pagelaran II dan pesantren pasirnaan di Gardusayang sebagai Pondok Pesantren Pagelaran III. (Kompas/pagelarantiga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar